Sabtu kemaren aku punya kesempatan utk menjemput mas Fikri di Pelangi Nusantara.
Sekitar jam empat sore aku sudah sampai dan kebetulan pas aku datang, anakku baru saja bangun dari bobok siangnya. Mungkin karena dibangunkan oleh temannya yang melihat aku datang. Atau memang bangun sendiri karena bobok siangnya sudah cukup lama.Kebiasaan bobok siang anakku di TPA memang sdh terbentuk. Sehabis makan siang, sekiatar jam 11, jadwal di TPA adalah mandi dan kemudian bobok siang.
Begitu melihat aku sudah menjemputnya, anakku langsung berlari ke arahku dengan senyuman khasnya. Seketika itu anakku minta digendong, setelah mengulurkan tangan untuk salaman. Namun aku langsung memintanya untuk mandi sore sekalian.
Sesaat kemudian anakku berlari masuk, namun sebentar kemudian dia berlari kearahku sambil menyerahkan buku coklat.
Buku coklat adalah buku penghubung mingguan yang biasanya diserahkan kepada kami setiap hari sabtu. Buku penghubung mingguan ini berisi laporan perkembangan anak dalam satu minggu terkait dengan materi yang diberikan pada minggu tersebut.
Selain itu sebagai orang tua kami diminta utk memberikan informasi tentang hal2 yang berkaitan dengan perkembangan anak selama di rumah.
Sambil menunggu anakku mandi, aku buka buku coklat tersebut dan mulai membaca halaman terakhir yang berisi catatan dari bu guru.
Sambil membaca laporan perkembangan anakku, aku tersenyum sendiri ketika membaca kalimat berikut ini :
-Fikri mengungkapkan emosi dan perasaanya sesuai dengan apa yang dirasakannya.
Mis:
Saat Fikri berbicara keras kepada temannya, bu guru mengingatkan
“mas, kenapa bicara keras?”
Lalu Fikri menjawab, “aku ini sedang emosi bu Nurul !”
“kenapa emosi mas?“
“tadi Fania bibirnya uuu….uuuu (monyong) sama aku bu”
Bagaimana aku tidak tersenyum?
Bahkan juga sedikit heran ketika membaca dialog antara anakku dengan bu Nurul yg ditulis di buku penghubung mingguan tersebut.
“aku sedang emosi bu Nurul”...sebuah ungkapan yang ekspresif dan dengan pilihan kata yang aku sendiri tidak tahu dari mana dia mendapatkannya.
Utk seoarang anak kecil yang belum genap berumur 3.5 tahun, tentu pilihan kata “emosi” dan bagaimana mengekpresikannya dengan tepat adalah sesuatu yang membuat aku sendiri heran.
Mengapa dia tidak memilih kata “marah”? mengapa memilih kata “emosi”?.
Menurutku, biarlah dia memilih kata2 nya sendiri utk mengekspresikan dirinya, untuk mengasah kecerdasan emosi dan kecerdasan sosialnya.
Mas Fikri....Mas Fikri....
Dan tiba2 anakku suadh menghampiriku dengan senyuman dan bau harumnya sambil mengenakan tas punggung kecilnya....dan kami pun berpamitan utk pulang kepada bu guru yang masih setia menunggui beberapa anak yang belum di jemput orang tuanya.
0 comments:
Post a Comment